Menarik untuk dicermati mengenai keberadaan Kaos Polos atau kaos oblong, bahwa keberadaan jenis pakain yang satu ini pada akhirnya tak bisa disangkal. Padahal, asal-asal muasal kaos polos tak luput dari sebuah pemberontakkan dan untuk hal ini saya lebih suka menyebutnya sebuah perjuangan persamaan nilai.
Jika tak setuju silakan saja disanggah, namun alangkah baiknya dituntaskan dahulu membacaya sebelum memberikan penilain itu sendiri. Kenapa sebagai perjuangan persaman status, hal ini tak luput dari pemberontakkan anak-anak muda atas nilai-nilai yang selama ini dianggap mapan dan lain-lain. Ambilah cont0h, larangan masuk bagi orang yang hanya mengenakan kaos polos. Bagi Anda semua mungkin hal tersebut sering kali terdengar atau sudah tak asing.
Nilai-nilai atas kemapanan sebenarnya sejak dahulu kala telah didengungkan, sejak itu muncul kaos polos. Kaos polos. Baiklah, agar lebih runtut berbicara mengenai kaos polos, kita memulainya asal-usul hadirnya kaos polos.
DIperkirakan pada abad 19 kaos masih hanya hanya ala kadarnya yang terpenting adalah bagaimana cara pekerja tambang dan buruh pelabuhan melindungi tubuh dari cuaca panas. Bentuk pakaian yang satu ini jangan dibanyangkan seperti saat ini, pada waktu itu waktu lebih banyak untuk memikirkan gaya sandang yang sederhana dan nyaman.
Akhirnya, lambat laun adalah militer Amerika yang mencoba mencoba mengubah pola agar lebih nyaman bergerak saat perang atau pun berlatih, yang jelas di luar ruangan. Gaya baru ini dikenakan oleh Mileter Angkatan Laut. Namun, jangan membanyangkan zaman tersebut telah banyak model, jenis bahan, dan juga warna kaos seperti saat ini.
Dari data tersebut, maka kemungkinan kaos dengan bahasa Inggrisnya T-Shirt merupakan bentuk singkatan dari Training Shirt. Dan kehadirannya pun masih begitu terbatas, bahkan bisa dikatakan hanya para militer saja yang menggunakan kaos.
Adalah Marlon Brando, orang yang paling berjasa dalam penyebarannya. Ia yang merupakan seorang aktor mengekan pakain berbentuk kaos dalam film, berjudul A Streetcar Named Desire (1951). Kostum ini ternyata membuat para penonton historis, khsusunya wanita. Mereka kaget menyaksikan adegan yang menggambarkan dirinya menggunakan kaos yang tersobek-sobek dan memperlihatkan bagian bahunya.
Tak sampai disitu saja, kaos kembali mulai dikenalkan oleh aktor bernama James Dean. Melalui sebuah film ‘Rebel Without A Cause(1955), ia mencoba mengenalkan kaos untuk anak muda. Pengaruhnya cukup kuat dikalangan remaja, mereka menyimbolkan pakain jenis ini sebagai simbol pemberontakan.
Apakah sebelum itu, kaos hanya diperkenalkan lewat film dan kenapa kaos sebagai simbol pemberontakan? Tak ada catatan yang membenarkan. Mungkin saja pakain ini telah dipopulerkan dengan cara berperang. Sebagaimana diulas sebelumnya, militer mulai mengenakan jenis pakaian ini untuk berperang, masih ingat dengan perang dunia II.
Namun sayangnya, akibat perang juga dunia mengalami krisis ekonomi. Negara-negara hanya disibukkan dengan urusan perang, maka tak mengherankan jika uang hanya dijadikan sebagai kebutuhan dasar berperang.
Imbasnya, masyarakat menjadi korban negera-negara yang ikut berperang. Rakyat terbebani dengan biaya kebutuhan yang begitu mahal, maka mereka tak terpikirkan soal pakaian. Industri pakaian mengalami kemunduran dan sangat mungkin bangkrut jika tidak melakukan inovasi dalam mengelolah bahan.
Maka dengan biaya yang cukup sederhana, kaos muncul sabagai solusi. Hadirnya pun, membuat masyarakat mau tak mau menerimanya sebagai aternatif tanpa lagi mempedulikan stigma, kaos digunakan untuk buruh.
Perang telah usai, namun hal ini tak membuat masyarakat kembali mengenakan pakaian bergaya sebelumnya. Mereka terlanjur jatuh hati dengan gaya kaos tersebut. Sebagaimana para veteran perang yang sering menggunakanya pada kehidupan sehari-hari.
Terlepas dari itu semua, film bisa dikatakan biang keladi atau pelopor yang mulai mengangkat status sosial penguna kaos; yang tadinya hanya sebagai pakaian pekerja kasar menjadi trend mode terkini yang mulai digandrungi oleh anak-anak muda.
Lantas dimana, kaos sebagai simbol perlawana anak muda. Menjawab hal itu, salah satu yang mungkin tepat menjawab adalah, band-band yang mengenakan kaos dan menyanyikan lagu-lagu yang dengan lirik penuh dengan kritik soal dan juga perang.
Pada akhirnya, band-band ini menjadi idola anak muda dengan segala macam aksesoris termasuk kaos yang diindetikan sebagai perlawan terhadap sitgma kemapanan dan kesopanan.
Dunia psikologis anak muda yang cenderung anti kemapanan dan selalu ingin melawan arus, menjadikan kaos menjadi bagian dari identitas mereka. Norma-norma kesopanan dan kaku, menjadi alasan utama mereka untuk mendobrak kemapanan stigma sosial ini.
Kaos menjadi begitu eksotis dalam dunia fashion, pola potongannya yang sederhana, kaos mendapatkan label low fashion/unfashion berbeda kutub dengan high fashion yang didesign khusus dan diperuntukan bagi orang-orang khusus pula.